Sabtu, 09 November 2013

Refleksi 3

Harry Syafutera (13709251056)
PM C
Pascasarjana UNY Pendidikan Matematika

Sejarah Perkembangan Aliran Filsafat Ilmu
Filsafat dan Ilmu adalah dua kata yang saling berkaitan baik secara substansial maupun historis. Kelahiran suatu ilmu tidak dapat dipisahkan dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Perkembangan ilmu pengetahuan dewasa ini tidak dapat dilepaskan dari pengaruh aliran-aliran pemikiran filsafat barat. Filsafat ilmu sebagai disiplin yang mandiri baru hadir pada tahun 1920-an; dimana sebelumnya pemikiran kefilsafatan tentang ilmu dapat dikatakan lebih merupakan produk sampingan pengembangan epistimologi.
Sejarah perkembangan filsafat berkembang atas dasar pemikiran kefilsafatan yang telah dibangun sejak abad ke-6 SM. Tokoh penting pada masa itu adalah Herakleitos (± 500 SM) dan Parmenides (515 – 440 SM), “Ada” dalam filsafat menurut Herakleitos mengemukakan bahwa segala sesuatu itu mengalir (panta rhei), hal ini berarti bahwa segala sesuatu itu berubah secara terus menerus, sedangkan Parmenides menyatakan bahwa “ada” adalah segala sesuatu itu justru sebagai sesuatu yang tetap (tidak berubah). Yang tetap adalah kita sebagai ciptaan Tuhan, yang tak bisa dibantah lagi. Sedangkan yang berubah adalah keadaan kita sendiri, baik dari dulu sampai sekarang yang dapat berubah sesuai dengan waktu. Yang tetap itulah yang diidealkan dalam pemikiran yang dibawa oleh Permenides sehingga muncul aliranidealisme yang selanjutnya diikuti oleh filsuf lain seperti Plato, Rene Descartes (yang menganut aliran Rasionalisme, sebagai anak turunan dari Idealisme), dan kebenaran pada pemikiran – pemikiran pada bagian ini adalah korehensi, identitasianisme, konsisten, dan analitik a priori. 
Sedangkan Pada Kubu “Ada”  adalah berubah (heraclitos) yang dibangun mulai dengan aliran realisme di ikuti dan disetujui oleh Aristoteles, David Hiue (Empirisme), kebenaran pada pemikiran ini adalah koresponden atau sintetik a posteriori (baru bisa berpikir setelah melihat). Semenjak kemunculan Immanuel Kant pada abad ke 16 yang menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat; maka semenjak itu pula refleksi filsafat mengenai pengetahuan manusia menjadi menarik perhatian.
Namun selanjutnya muncullah pangkal dari persoalan hidup, sumber dari segala sebab yaitu Agus Compte (aliran Positivisme), Agus Compte mempunyai pemikiran atau thesis bahwa kehidupan itu dibagi menjadi 3 bagian besar dimensi yaitu Religius, Tradisional, Dan Maju Sedangan pemikiran yang diharapkan dan di cita – citakan kehidupan itu dibagi menjadi 4 dimensi Material, Formal, Normative, Dan Spiritual. Disinilah Nampak sebuah tantangan karena Compte meletakkan dimensi agama di dimensi paling bawah sedangkan pada tesis yang dicita – citakan dimensi agama itu dipaling atas yaitu dimensi Spiritual.
Perkembangan selanjutnya adalah semua pemikiran tentang dimensi kehidupan dalam perkembangan pemikiran dunia dan perkembangan zaman dikuasai oleh kekuasan ini saat ini dibagi menjadi 7 dimensi yaitu Archaik, Tribal, Tradisional, Feodal, Modernisasi, Post Modern, dan paling puncak yaitu Power Now. Dalam hal ini agama atau spiritual diletak pada tiga dimensi terbawah yaitu Archaic, Tribal, dan Tradisional. Dimensi Modernisasi ini adalah dimensi yang dibawa oleh Immanuel Kant di abad 16. Dan mulai memasuki Liberalisme. Post Modern dan Power Now ini adalah kehidupan yang kontemporer. Orang – orang yang menganut kuat aliran Power Now dalam pikiran mereka bahwa semua orang di dunia ini memiliki pikiran yang universal dapat dikendalikan sesuai keinginan mereka sendiri.

Pada masa sekarang pemikiran ilmu pengetahuan lebih didominasi oleh karakteristik logosentris. Babak dimulainya tanggapan-tanggapan terhadap relativitas, mekanika kuantum dan perubahan mendalam lainnya dalam ilmu-ilmu kealaman. Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini ditandai dengan munculnya berbagai aliran filsafat, yang kebanyakan dari aliran-aliran itu merupakan kelanjutan dari aliran pada abad sebelumnya. Diantaranya: Neo-thomisme, Neo-kantianisme, Neo-hegelianisme, Neo-Marxisme, Neo-Positivisme dan sebagainya. Dan ada juga aliran yang baru dengan corak yang sama sekali berbeda dengan aliran sebelumnya, diantaranya: Analitisme, Eksistensialisme, Strukturalisme, Pragmatisme dan Postmodernisme.

Jumat, 08 November 2013

Refleksi 2

Harry Syafutera (13709251056)
PM C
Pascasarjana UNY Pendidikan Matematika
Logika, Perasaan dan Takdir
Logika berasal dari kata Yunani kuno λόγος (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Ilmu disini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.
Menurut wikipedia,perasaan yang asal katanya dari bahasa inggris adalah sensasi fisik yang datang melalui rangsangan fisik dan sensasi yang jauh dari sentuhan (non fisik).Sedangkan ada yang mengatakan bahwa perasaan itu adalah keadaan sadar yang dihasilkan dari emosi,sentimen,atau keinginan. Sedangkan menurut istilahnya,perasaan yaitu keadaan(state) yang ada pada individu atau organisme pada sesuatu waktu. Misal seseorang sedih,senang,takut,dan sebagainya ketika melihat,mendengar,atau merasakan sesuatu. Jadi kesimpulannya ,perasaan adalah suatu keadaan kejiwaan pada organisme atau individu sebagai akibat dari adanya peristiwa atau persepsi (pandangan atau penilaian) yang dialami oleh organisme.
Takdir adalah ketentuan suatu peristiwa yang terjadi di alam raya ini yang meliputi semua sisi kejadiannya, baik itu mengenai kadar atau ukurannya, tempat, maupun waktunya. Dengan demikian segala sesuatu yang terjadi di alam raya ini ada takdirnya, termasuk manusia.
Dalam hidup, manusia tak bisa lepas dari yg namanya logika dan perasaan. Semua pasti punya dua hal itu. Logika yang biasanya merupakan hasil dari pemikiran otak/akal, lebih mudah diterima nalar. Sering pula dianalogikan dengan hal-hal yg simpel. Ini sedikit bertolak belakang dengan perasaan. Perasaan itu berasal dari hati yg terkadang sulit diterima nalar bahkan sulit juga mengibaratkannya.
Tentunya kita pernah ada di suatu situasi dimana logika dan perasaan kita saling bertentangan? Lalu apa yg akan kita lakukan untuk mengatasinya? itu merupakan posisi yg dilematis. Di satu sisi logika kita mengatakan A. Tapi di sisi lain, perasaan kita mengatakan B. Jika ini terjadi, tentunya kita dituntut untuk bisa bersikap sebijak mungkin. Mengambil jalan tengah di antara keduanya. Jalan berdasarkan logika yang bilang A tanpa harus membohongi diri sendiri bahwa perasaan kita udah bilang B. Atau lebih mempertimbangkan kira-kira mana yg paling kuat, logika atau perasaan. Memang rumit, tapi itu adalah pilihan. Jadi semuanya kembali ke kita sendiri.
Manusia memang diwajibkan ikhtiar untuk memperoleh yang diinginkannya. Namun hasil akhir tentunya hanya Allah yang menentukan. Kita selalu berharap bahwa takdir yang terjadi adalah sesuai dengan keinginan kita. Namun kenyataan tidaklah selalu demikian, karena ilmu kita sebagai manusia terbatas, dibanding ilmu Allah yang Maha Luas. Tekadang, sehebat apapun logika kita, selalu ada celah kesalahan, dan seringkali itu baru kita ketahui di kemudian hari. Lalu, bagaimana jika logika kita selalu kalah dengan takdir yang Allah berikan? Apakah kita lantas putus asa karena kita merasa bahwa ikhtiar yang kita lakukan adalah sia-sia karena toh hasil akhir tidak sesuai dengan rencana.
Sebetulnya, Allah tidak terlalu mempedulikan apakah ikhtiar yang kita lakukan itu berbuah manis atau pahit. Yang penting bagi Allah adalah niat awal yang lurus dan proses yang dilakukan sesuai dengan syariat-Nya. Bisa jadi hasil akhir yang tidak sesuai dengan harapan adalah ujian yang diberikan Allah agar iman kita semakin bertambah (atau malah turun??). Dan Allah ingin iman kita bertambah naik, karena kita tidak mungkin dibebani hal2 yang di luar kemampuan kita. Nah, sekarang masalahnya, bagimana jika hasil akhir yang tidak sesuai dengan harapan itu menimbulkan trauma di hati manusia? Karena kita adalah manusia biasa yang punya perasaan, bisa jadi ada hal2 yang (tampaknya) buruk mampu membekas di hati kita dan mampun menurunkan semangat kita.
Sebetulnya, kita harus selalu mengambil pelajaran atas semua yang terjadi pada diri kita. Ilmu yang kita dapatkan tidak selalu berasal dari kuliah, sekolah dan buku2 yang kita baca. Bahkan ilmu yang banyak kita dapatkan justru datang dari kehidupan nyata yang kita alami sehari-hari. Makanya, kita harus pandai-pandai mengambil pelajaran dan hikmah dari berbagai peristiwa yang terjadi pada diri kita dan juga peristiwa di sekeliling kita. Maka, ketika kita bertanya, apakah ada hubungan antara logika dan takdir, maka jawabnya adalah ada. Apa hubungan yang dihasilkan? Yaitu adalah ilmu dan hikmah, serta tambahnya iman yang ada di hati kita.